Pada kesempatan yang baik ini, tanpa mengurangi rasa hormat kepada
siapapun ijinkanlah saya menyela dan berbagi sedikit. Ya. Kalau para
sedulur biasanya berbagi pencerahan demi pencerahan, amalan demi amalan,
hizib demi hizib, asma demi asma, ajian demi ajian sehingga saat
selesai membaca, ada sebuah oleh-oleh hikmah yang bisa direnungkan
sebagai bahan pembelajaran batin, atau bisa diamalkan untuk kemanfaatan
hidup sehari-hari maka mohon maaf bila dalam postingan saya kali ini
saya berbicara lain. Namun saya yakin pembaca memiliki kewaskitaan untuk
meraba bahasa-bahasa gerak yang tersampaikan dari seekor lalat, ular,
buaya, bahkan coro dan lalat seperti saya. Toh kita juga sama-sama
makan, minum, bernapas, berpendapat dan hadir di bumi yang sama…
Blog ini adalah salah satu dari sekian banyak blog yang mengupas soal-soal spiritual, supranatural dan mistik. Ini tidak bisa kita pungkiri. Kiriman sedulur rata-rata mengarah ke soal yang seperti itu. Amalan dikirim oleh X, dan diamalkan oleh A,B,C sd Z. Kata QOBILTU hampir setiap hari menghiasi komentar diblog ini. Apalagi bila muncul amalan yang terkenal handal, wah… pasti komentar postingan penuh dengan kata QOBILTU. Bahkan kemudian muncul nickname sedulur kita yang bernada sindiran yaitu QOBILTUMAN, yang mungkin kalau tidak salah duga sedulur ini ingin menyindir sedulur lainnya yang latah dan ikut-ikutan mengatakan QOBILTU dan akan mengamalkan postingan amalan terbaru.
Entah berapa jumlah Qobiltu dikatakan satu orang sedulur saat membaca-baca amalan diblog ini yang jumlahnya saya sendiri sebagai admin malas menghitungnya. Mungkin puluhan, mungkin sudah ratusan, dan bisa jadi lebih. Soalnya postingan sudah mencapai seribu seratus sekian artikel. Sebuah jumlah yang barangkali cukup banyak dan bolehlah blog ini dikatakan terjadi BANJIR AMALAN. Kalau terjadi banjir amalan seperti ini, tentu yang bingung adalah para sedulur yang berkeinginan mengamalkan dengan serius dan sungguh-sungguh. Kita bingung mau mengamalkan yang mana, sebab semua amalan yang diposting rata-rata menarik dan menawan hati. Dan karena banyaknya amalan kita semua jadi ragu-ragu, bingung dan akhirnya hanya jadi pembaca amalan. Bukan pengamal amalan. Padahal pengijazah sudah serius dan sungguh-sungguh memposting agar diamalkan. Ini tidak nge-link dan nge-match bukan?
Kembali ke pangkal masalah. Gampangnya, kita mengartikan kata “amalan” sebagai pada beragam cara atau jalan untuk mendapatkan sesuatu sesuai keinginan. Kalau kita pahami hal ini, maka barang tentu ada banyak amalan untuk mencapai tujuan. Amalan apapun sebenarnya hanyalah cara atau jalan menuju sesuatu tujuan. Dan cara atau jalan tentu saja tergantung pada apakah kita yakin kepada amalan kita atau tidak. Sebab kalau kita ragu-ragu mengamalkan sesuatu maka kita bisa jadi akan bingung bahkan malah tersesat.
Analoginya sama dengan ketika kita mau ke sebuah desa di tengah hutan, dan untuk mencapainya ada banyak jalan kecil berliku. Ada seseorang yang berkenan membimbing karena sudah pernah menuju desa itu melalui jalan setapak. Maka langkah yang perlu kita lakukan adalah memohon bimbingannya agar berkenan menunjukkan kita jalan ke arah desa itu. Sukur-sukur dia mau menemani kita berjalan menuju desa itu. Lalu kita mulai mengadakan perjalan dengan bekal KEYAKINAN. Kita yakin bahwa perjalanan kita akan sampai kepada tujuan yang hakiki pengamalan ilmu. Lalu apa tujuan hakiki pengamalan ilmu? Nah, inilah yang perlu kita perdalam.
Setiap ilmu dan amalan memiliki tujuan yang berbeda-beda. Tujuan amalan tergantung pada perumus amalan tersebut. Perumusan amalan tergantung pada gambaran batin yang diterima pada saat dia menjalani laku/perjalanan spiritual. Tiba-tiba diperoleh gambaran yang jelas dan sempurna bahwa dia sudah mendapatkan “ILHAM”/ “PETUNJUK”/”DAWUH” tertentu yang bisa diamalkan oleh dirinya dan boleh diijazahkan kepada orang lain. Dan selanjutnya, pada saat diamalkan maka amalan tersebut benar-benar berfungsi sempurna sesuai dengan PETUNJUK yang diterimanya. Semacam itulah proses perumusan amalan meskipun banyak variasi proses lain. Namun kebanyakan perumusan ya seperti itu.
Benar bila dikatakan bahwa pewarisan alias pengijazahan amalan hanya bisa dilakukan oleh orang yang sudah pernah mengamalkan dan membuktikan secara yakin bahwa amalan tersebut 100 % sudah sesuai dengan tujuannya. Tidak mungkin pewarisan ilmu dilakukan hanya sekedar membaca dan kemudian menularkan apa yang diketahui melalui buku-buku semata. AMALAN berbeda dengan ilmu-ilmu yang kita pelajari di bangku-bangku sekolah. Bedanya, bila ilmu di sekolah hanya berada pada aras pengetahuan kognitif atau akal namun amalan ilmu-ilmu gaib berada pada aras MENTAL/EMOSIONAL/AFEKTIF dan PERILAKU atau LAKU. Jadi pewarisan amalan sama dengan transfer energi LAKU dari pewarisnya.
Kalau Anda sudah berada pada taraf mabuk amalan, saya sarankan untuk menghentikan untuk sementara amalan anda. Ya, anda perlu tahu pola pewarisan energi amalan tersebut. Bahkan akan lebih bijaksana bila anda kemudian mengamalkan amalan semesta yang anda rangkum dan rumuskan sendiri dari olah spiritual anda. Kenapa? Sebab biasanya mereka yang sudah berada pada “mabuk amalan” dan selanjutnya ingin memahami hakikat-hakikat, akan kesulitan karena bisa jadi pintu barokah amalan dari orang lain sudah tertutup rapat. Dan Anda tidak perlu lagi mengatakan “QOBILTU” meskipun dalam hati, sebab anda sendirilah yang kini berkewajiban mencari rumus-rumus yang tergelar di alam semesta ini dengan kejernihan qalbu yang disinari cahaya petunjuk.
Kodrat manusia adalah otonom, merdeka, mandiri dalam korelasi serta itulah kenapa kita diberi akal sehat untuk berpikir….
Pengalaman pribadi, saya banyak mengamalkan amalan yang diberikan oleh pewaris. Namun setelah saya amalkan, saya merasakan mabuk amalan selanjutnya mendapatkan banyak kekecewaan. Sebab dari sekian banyak amalan, kadang ada hasil pengamalan yang tidak sesuai dengan harapan. Saya pun merenungkan, kenapa setiap amalan tidak sesuai dengan harapan? Padahal biasanya janji-janji amalan itu begitu menggiurkan. Akhirnya saya temukan jawabannya, bahwa diri saya memang dipersulit untuk mengamalkan amalan yang berasal dari pewarisan oleh orang lain. Saya pun kemudian mencari amalan yang benar-benar pas dan sesuai dengan tingkat akurasi mencapai 100 persen sesuai dengan harapan saya. Apa harapan hidup saya?
Mungkin terlalu sederhana…Hidup bermanfaat untuk orang lain atau tidak sama sekali. Begitulah sedikit tujuan hidup, cita-cita, harapan dan falsafah hidup ini. Jadi, terasa ringan rasanya beban hidup di pundak karena tujuan telah saya tetapkan. Saya akan berjalan sekehendak hati untuk menolong orang lain tanpa ragu-ragu apakah perbuatan yang saya jalani itu benar atau salah. Apalah arti keraguan dibanding dengan banyak orang yang butuh bantuan dan pertolongan. Tuhan pun (dalam perkiraan saya, karena yang sejati hanya Tuhan yang Tahu) kemungkinan besar tidak akan menghukum saya apabila saya memang ternyata saya salah duga. Saya lepaskan beban-beban nilai relativitas nilai-nilai yang dipegang setiap orang. Nilai universal akan tetap berlaku dimanapun karena “menolong anjing yang hampir mati karena kehausan” juga bisa jadi merupakan jalan menuju pertemuan dengan-NYA. Tindakan yang terlihat remeh dan tidak bernilai di mata kita, ternyata merupakan jalan yang benar. Bisa jadi sebaliknya, tindakan yang kelihatannya kinclong dan lapang menuju pada-NYA ternyata jalan yang keliru. Lalu apa pedoman jalan yang benar dan salah?
Kitab suci sudah jelas. Harus kita pelajari dan kita amalkan isinya. Namun ada lagi yang barangkali terlupakan oleh kita, bahwa ada ayat-ayat yang tergelar yaitu alam semesta di dalam diri dan di luar diri kita yang harus kita pelajari juga. Orang Jawa mengatakan pergelaran semesta ini dengan kitab teles/kitab basah. Kalau kita ingin hidup selaras dan serasi dengan semua yang ada, tidak ada cara lain selain harus mempelajari hukum-hukum alam yang ada di dalam diri dan di luar diri. Hukum di dalam diri bisa kita pelajari dengan batin/rahsa dan juga dengan akal/rasio serta pancaindera.
Maka, mengamalkan beragam amalan yang tertera di blog ini punya dua sisi. Bisa malah membuat diri kita agar senantiasa harmoni, selaras dan serasi dengan alam semesta. Namun bisa jadi sebaliknya, malah menjauh sejauh jauhnya dengan alam semesta. Kalau pada suatu ketika Anda tiba-tiba ketakutan dan kemudian menggunakan senjata amalan Asma/Hizib di sebuah wilayah yang anda rasa banyak makhluk halusnya, maka itu berarti anda sudah menembakkan senjata ke makhluk halus. Sehingga anda harus bersiap-siap dengan serangan balik dari mereka. Kalau saya, mending kita tidak menyerang namun datang dengan damai, mengucapkan mohon maaf bila kedatangan saya mengganggu keberadaan mereka dan mengajukan tawaran persahabatan.
Hidup harmoni dengan alam semesta artinya kita anggap semua yang ada ini adalah saudara. Kita hidup berdampingan dengan apapun baik yang nyata terlihat oleh mata maupun yang tidak terlihat oleh mata, dan hanya bisa dirasakan keberadaannya dengan hati/batin kita. Kalau ada angin datang, kita ucapkan terima kasih. Kalau ada air mengalir di sela-sela kaki, kita ucapkan terima kasih. Kalau ada semut merayap di tubuh kita, jangan langsung kita bunuh tapi ajak bicara dan angkat tubuh kecilnya kemudian letakkan di tempat yang semestinya. Binatang tidak punya perasaan seperti manusia, binatang punya insting dan hanya manusia yang punya perasaan. Jadi tanda-tanda manusia yang peka perasaannya adalah mampu untuk merasakan belas kasih kepada apapun yang ada di alam raya ini. Jangan bunuh apapun yang bernyawa maupun yang sesuatu yang kelihatannya tidak bernyawa padahal sesungguhnya mereka juga organisme hidup juga. Jangankan membunuh, kalau bisa jangan menyakiti dan melanggar hak-hak mereka untuk hidup di bumi Tuhan.
Bisa jadi dan mungkin: amalan yang bagus untuk seorang pendaki spiritual adalah menyetubuhi alam semesta. Alam semesta tidak perlu lagi dimaknai sebagai dua hal yang saling bertentangan, namun dua hal yang saling melengkapi. Siang-Malam, Laki-laki-perempuan, Baik-Buruk… dua hal yang saling melengkapi karena sebenarnya mereka saudara. Sehingga ada baiknya kalau kita semua mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada sebutir debu yang tidak menempel di mata kita, kita ucapkan matur nuwun kepada orang gila yang tertidur di emper toko dan tidak melempar kita yang sedang lewat di dekatnya, kita ucapkan terima kasih kepada angin, kepada air, kepada malaikat, kepada matahari, kepada bulan, kepada jin, kepada Iblis, kepada bidadari, kepada dewa-dewa, kepada apapun benda yang kita ingat saat mata kita terbuka. Dan terakhir kita sampaikan terima kasih kepada Allah SWT yang berkenan untuk memberikan semua yang kita butuhkan dan berkenan mengadakan kita. Wiridkan selalu “TERIMA KASIH” sebanyak-banyaknya dalam hati kita setiap detik kesadaran kita muncul kepada semua hal di alam semesta ini dengan kesadaran penuh bahwa keberadaan anda ini adalah buah kerjasama dengan semua yang ada ini.
Kepada angin, kepada cahaya, kepada laptop, kepada otak, kepada tubuhku yang sudah mau saya ajak untuk mengetik artikel ini dan kepada sedulurku semua yang berkenan membaca artikel tanpa judul ini, saya ucapkan terima kasih……terima kasih…..terima kasih……
Salam paseduluran.
@wongalus,2010
Blog ini adalah salah satu dari sekian banyak blog yang mengupas soal-soal spiritual, supranatural dan mistik. Ini tidak bisa kita pungkiri. Kiriman sedulur rata-rata mengarah ke soal yang seperti itu. Amalan dikirim oleh X, dan diamalkan oleh A,B,C sd Z. Kata QOBILTU hampir setiap hari menghiasi komentar diblog ini. Apalagi bila muncul amalan yang terkenal handal, wah… pasti komentar postingan penuh dengan kata QOBILTU. Bahkan kemudian muncul nickname sedulur kita yang bernada sindiran yaitu QOBILTUMAN, yang mungkin kalau tidak salah duga sedulur ini ingin menyindir sedulur lainnya yang latah dan ikut-ikutan mengatakan QOBILTU dan akan mengamalkan postingan amalan terbaru.
Entah berapa jumlah Qobiltu dikatakan satu orang sedulur saat membaca-baca amalan diblog ini yang jumlahnya saya sendiri sebagai admin malas menghitungnya. Mungkin puluhan, mungkin sudah ratusan, dan bisa jadi lebih. Soalnya postingan sudah mencapai seribu seratus sekian artikel. Sebuah jumlah yang barangkali cukup banyak dan bolehlah blog ini dikatakan terjadi BANJIR AMALAN. Kalau terjadi banjir amalan seperti ini, tentu yang bingung adalah para sedulur yang berkeinginan mengamalkan dengan serius dan sungguh-sungguh. Kita bingung mau mengamalkan yang mana, sebab semua amalan yang diposting rata-rata menarik dan menawan hati. Dan karena banyaknya amalan kita semua jadi ragu-ragu, bingung dan akhirnya hanya jadi pembaca amalan. Bukan pengamal amalan. Padahal pengijazah sudah serius dan sungguh-sungguh memposting agar diamalkan. Ini tidak nge-link dan nge-match bukan?
Kembali ke pangkal masalah. Gampangnya, kita mengartikan kata “amalan” sebagai pada beragam cara atau jalan untuk mendapatkan sesuatu sesuai keinginan. Kalau kita pahami hal ini, maka barang tentu ada banyak amalan untuk mencapai tujuan. Amalan apapun sebenarnya hanyalah cara atau jalan menuju sesuatu tujuan. Dan cara atau jalan tentu saja tergantung pada apakah kita yakin kepada amalan kita atau tidak. Sebab kalau kita ragu-ragu mengamalkan sesuatu maka kita bisa jadi akan bingung bahkan malah tersesat.
Analoginya sama dengan ketika kita mau ke sebuah desa di tengah hutan, dan untuk mencapainya ada banyak jalan kecil berliku. Ada seseorang yang berkenan membimbing karena sudah pernah menuju desa itu melalui jalan setapak. Maka langkah yang perlu kita lakukan adalah memohon bimbingannya agar berkenan menunjukkan kita jalan ke arah desa itu. Sukur-sukur dia mau menemani kita berjalan menuju desa itu. Lalu kita mulai mengadakan perjalan dengan bekal KEYAKINAN. Kita yakin bahwa perjalanan kita akan sampai kepada tujuan yang hakiki pengamalan ilmu. Lalu apa tujuan hakiki pengamalan ilmu? Nah, inilah yang perlu kita perdalam.
Setiap ilmu dan amalan memiliki tujuan yang berbeda-beda. Tujuan amalan tergantung pada perumus amalan tersebut. Perumusan amalan tergantung pada gambaran batin yang diterima pada saat dia menjalani laku/perjalanan spiritual. Tiba-tiba diperoleh gambaran yang jelas dan sempurna bahwa dia sudah mendapatkan “ILHAM”/ “PETUNJUK”/”DAWUH” tertentu yang bisa diamalkan oleh dirinya dan boleh diijazahkan kepada orang lain. Dan selanjutnya, pada saat diamalkan maka amalan tersebut benar-benar berfungsi sempurna sesuai dengan PETUNJUK yang diterimanya. Semacam itulah proses perumusan amalan meskipun banyak variasi proses lain. Namun kebanyakan perumusan ya seperti itu.
Benar bila dikatakan bahwa pewarisan alias pengijazahan amalan hanya bisa dilakukan oleh orang yang sudah pernah mengamalkan dan membuktikan secara yakin bahwa amalan tersebut 100 % sudah sesuai dengan tujuannya. Tidak mungkin pewarisan ilmu dilakukan hanya sekedar membaca dan kemudian menularkan apa yang diketahui melalui buku-buku semata. AMALAN berbeda dengan ilmu-ilmu yang kita pelajari di bangku-bangku sekolah. Bedanya, bila ilmu di sekolah hanya berada pada aras pengetahuan kognitif atau akal namun amalan ilmu-ilmu gaib berada pada aras MENTAL/EMOSIONAL/AFEKTIF dan PERILAKU atau LAKU. Jadi pewarisan amalan sama dengan transfer energi LAKU dari pewarisnya.
Kalau Anda sudah berada pada taraf mabuk amalan, saya sarankan untuk menghentikan untuk sementara amalan anda. Ya, anda perlu tahu pola pewarisan energi amalan tersebut. Bahkan akan lebih bijaksana bila anda kemudian mengamalkan amalan semesta yang anda rangkum dan rumuskan sendiri dari olah spiritual anda. Kenapa? Sebab biasanya mereka yang sudah berada pada “mabuk amalan” dan selanjutnya ingin memahami hakikat-hakikat, akan kesulitan karena bisa jadi pintu barokah amalan dari orang lain sudah tertutup rapat. Dan Anda tidak perlu lagi mengatakan “QOBILTU” meskipun dalam hati, sebab anda sendirilah yang kini berkewajiban mencari rumus-rumus yang tergelar di alam semesta ini dengan kejernihan qalbu yang disinari cahaya petunjuk.
Kodrat manusia adalah otonom, merdeka, mandiri dalam korelasi serta itulah kenapa kita diberi akal sehat untuk berpikir….
Pengalaman pribadi, saya banyak mengamalkan amalan yang diberikan oleh pewaris. Namun setelah saya amalkan, saya merasakan mabuk amalan selanjutnya mendapatkan banyak kekecewaan. Sebab dari sekian banyak amalan, kadang ada hasil pengamalan yang tidak sesuai dengan harapan. Saya pun merenungkan, kenapa setiap amalan tidak sesuai dengan harapan? Padahal biasanya janji-janji amalan itu begitu menggiurkan. Akhirnya saya temukan jawabannya, bahwa diri saya memang dipersulit untuk mengamalkan amalan yang berasal dari pewarisan oleh orang lain. Saya pun kemudian mencari amalan yang benar-benar pas dan sesuai dengan tingkat akurasi mencapai 100 persen sesuai dengan harapan saya. Apa harapan hidup saya?
Mungkin terlalu sederhana…Hidup bermanfaat untuk orang lain atau tidak sama sekali. Begitulah sedikit tujuan hidup, cita-cita, harapan dan falsafah hidup ini. Jadi, terasa ringan rasanya beban hidup di pundak karena tujuan telah saya tetapkan. Saya akan berjalan sekehendak hati untuk menolong orang lain tanpa ragu-ragu apakah perbuatan yang saya jalani itu benar atau salah. Apalah arti keraguan dibanding dengan banyak orang yang butuh bantuan dan pertolongan. Tuhan pun (dalam perkiraan saya, karena yang sejati hanya Tuhan yang Tahu) kemungkinan besar tidak akan menghukum saya apabila saya memang ternyata saya salah duga. Saya lepaskan beban-beban nilai relativitas nilai-nilai yang dipegang setiap orang. Nilai universal akan tetap berlaku dimanapun karena “menolong anjing yang hampir mati karena kehausan” juga bisa jadi merupakan jalan menuju pertemuan dengan-NYA. Tindakan yang terlihat remeh dan tidak bernilai di mata kita, ternyata merupakan jalan yang benar. Bisa jadi sebaliknya, tindakan yang kelihatannya kinclong dan lapang menuju pada-NYA ternyata jalan yang keliru. Lalu apa pedoman jalan yang benar dan salah?
Kitab suci sudah jelas. Harus kita pelajari dan kita amalkan isinya. Namun ada lagi yang barangkali terlupakan oleh kita, bahwa ada ayat-ayat yang tergelar yaitu alam semesta di dalam diri dan di luar diri kita yang harus kita pelajari juga. Orang Jawa mengatakan pergelaran semesta ini dengan kitab teles/kitab basah. Kalau kita ingin hidup selaras dan serasi dengan semua yang ada, tidak ada cara lain selain harus mempelajari hukum-hukum alam yang ada di dalam diri dan di luar diri. Hukum di dalam diri bisa kita pelajari dengan batin/rahsa dan juga dengan akal/rasio serta pancaindera.
Maka, mengamalkan beragam amalan yang tertera di blog ini punya dua sisi. Bisa malah membuat diri kita agar senantiasa harmoni, selaras dan serasi dengan alam semesta. Namun bisa jadi sebaliknya, malah menjauh sejauh jauhnya dengan alam semesta. Kalau pada suatu ketika Anda tiba-tiba ketakutan dan kemudian menggunakan senjata amalan Asma/Hizib di sebuah wilayah yang anda rasa banyak makhluk halusnya, maka itu berarti anda sudah menembakkan senjata ke makhluk halus. Sehingga anda harus bersiap-siap dengan serangan balik dari mereka. Kalau saya, mending kita tidak menyerang namun datang dengan damai, mengucapkan mohon maaf bila kedatangan saya mengganggu keberadaan mereka dan mengajukan tawaran persahabatan.
Hidup harmoni dengan alam semesta artinya kita anggap semua yang ada ini adalah saudara. Kita hidup berdampingan dengan apapun baik yang nyata terlihat oleh mata maupun yang tidak terlihat oleh mata, dan hanya bisa dirasakan keberadaannya dengan hati/batin kita. Kalau ada angin datang, kita ucapkan terima kasih. Kalau ada air mengalir di sela-sela kaki, kita ucapkan terima kasih. Kalau ada semut merayap di tubuh kita, jangan langsung kita bunuh tapi ajak bicara dan angkat tubuh kecilnya kemudian letakkan di tempat yang semestinya. Binatang tidak punya perasaan seperti manusia, binatang punya insting dan hanya manusia yang punya perasaan. Jadi tanda-tanda manusia yang peka perasaannya adalah mampu untuk merasakan belas kasih kepada apapun yang ada di alam raya ini. Jangan bunuh apapun yang bernyawa maupun yang sesuatu yang kelihatannya tidak bernyawa padahal sesungguhnya mereka juga organisme hidup juga. Jangankan membunuh, kalau bisa jangan menyakiti dan melanggar hak-hak mereka untuk hidup di bumi Tuhan.
Bisa jadi dan mungkin: amalan yang bagus untuk seorang pendaki spiritual adalah menyetubuhi alam semesta. Alam semesta tidak perlu lagi dimaknai sebagai dua hal yang saling bertentangan, namun dua hal yang saling melengkapi. Siang-Malam, Laki-laki-perempuan, Baik-Buruk… dua hal yang saling melengkapi karena sebenarnya mereka saudara. Sehingga ada baiknya kalau kita semua mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada sebutir debu yang tidak menempel di mata kita, kita ucapkan matur nuwun kepada orang gila yang tertidur di emper toko dan tidak melempar kita yang sedang lewat di dekatnya, kita ucapkan terima kasih kepada angin, kepada air, kepada malaikat, kepada matahari, kepada bulan, kepada jin, kepada Iblis, kepada bidadari, kepada dewa-dewa, kepada apapun benda yang kita ingat saat mata kita terbuka. Dan terakhir kita sampaikan terima kasih kepada Allah SWT yang berkenan untuk memberikan semua yang kita butuhkan dan berkenan mengadakan kita. Wiridkan selalu “TERIMA KASIH” sebanyak-banyaknya dalam hati kita setiap detik kesadaran kita muncul kepada semua hal di alam semesta ini dengan kesadaran penuh bahwa keberadaan anda ini adalah buah kerjasama dengan semua yang ada ini.
Kepada angin, kepada cahaya, kepada laptop, kepada otak, kepada tubuhku yang sudah mau saya ajak untuk mengetik artikel ini dan kepada sedulurku semua yang berkenan membaca artikel tanpa judul ini, saya ucapkan terima kasih……terima kasih…..terima kasih……
Salam paseduluran.
@wongalus,2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar