Ustadz Helmi Andrian
helmi.andrian17@gmail.com
Allah SWT
adalah Nur langit dan Nur bumi. Dengan nur-Nya Allah menerangi dua alam,
alam bumi dan alam langit. Allah Menerangi alam bumi dengan NUR LANGIT
dan menerangi alam langit dengan NUR BUMI. Bumi diterangi dengan
‘MATAHARI LANGIT’ dan langit diterangi dengan ‘MATAHARI BUMI’.
Yang
dimaksud MATAHARI BUMI adalah Nur yang memancar dari hati para kekasih
Allah yang mulia, para Nabi dan para Rasul serta para Ulama’
pilihan-Nya. Sebagai Khalifah Bumi Zamannya, keberadaan mereka
dimana-mana mampu membangkitkan iman dan semangat pengabdian manusia.
Hati para kekasih Allah itu bahkan bagaikan kuburan rahasia ketuhanan
dan sekaligus menjadi simpul pengendali kehidupan bumi dan isinya.
Hati
yang suci itu seperti tangan kanan yang melipat langit (QS. az-Zumar;
67), maka kehidupan dan kematian di bumi terkadang terjadi mengikuti
rahasia gerakan yang ada di dalamnya. Dengan izin Allah mereka
mengeluarkan orang-orang beriman dari kegelapan kepada cahaya,
menyelesaikan segala urusan kehidupan manusia, menyembuhkan kesedihan,
mengabulkan segala do’a dan permohonan, mendatangkan hajat-hajat, bahkan
di tangan mereka ada kehidupan dan kematian. Allah Penciptanya, semua
itu dari Allah dan hanya untuk Allah, adapun yang selain-Nya hanyalah
fatamorgana ciptaan-Nya.
Yang dimaksud Nur di atas Nur adalah
mengikuti apa yang dapat digali dari makna firman Allah dalam Qur’an
Surat an-Nur Ayat 35-40. Dengan ayat tersebut Allah telah membuat
perumpamaan terhadap sesuatu yang keberadaannya ada di dunia dalam,
padahal di dunia luar tidak ada contohnya. Dengan ayat itu dan ayat-ayat
sejenisnya, seorang hamba wajib menggali maknanya. Lalu, di samping
menindaklanjuti isyaroh yang tertangkap, baik melalui rasa maupun rasio,
juga beri’tibar dan menakwilkannya semampu mungkin dengan cara yang
dibenarkan Allah.
Tanpa Nur Allah, berarti hati manusia menjadi
gelap gulita : “Seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi
ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap
gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya,
tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi
cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun”
(QS.an Nur/40). Meski hati tersebut sudah mendapat kehidupan, hal itu
ditandai dengan adanya ilmu yang setinggi langit misalnya, sehingga
mampu menerangi jagat raya, namun ilmu tersebut tidak mampu menerangi
hati sendiri. Ilmu itu hanya berguna untuk mengoreksi kesalahan orang
tapi tidak bisa menunjukkan kesalahan sendiri, bahkan untuk
sombong-sombongan, merasa paling benar sendiri, suka menghina orang lain
dan sedikitpun tidak mau menerima pendapat temannya sendiri, meski
pendapat itu disampaikan dengan kasih sayang.
Akibatnya,
dimana-mana orang tersebut hanya mampu menciptakan perpecahan diantara
umat manusia. Itulah pertanda, meski hati orang tersebut sesungguhnya
sudah dihidupi dengan ilmu, tapi tetap saja dalam keadaan gelap gulita
karena tidak mendapat NUR atau hidayah dari Allah SWT. Ayat tersebut
adalah berikut ini:
اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ
نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ
الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ
مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ
زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي
اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ
لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (35) فِي بُيُوتٍ أَذِنَ
اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا
بِالْغُدُوِّ وَالْآَصَالِ
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit
dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang
tidak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam
kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti
mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya,
(yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timurnya (sesuatu)
dan tidak pula di sebelah baratnya, yang minyaknya hampir-hampir
menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya
(berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia
kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (35) Bertasbih kepada Allah di
masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut
nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan petang(56)”. (QS. an-Nur;
24/35-36).
Dari ayat di atas, marilah kita mencari makna lafal “Nur “ tersebut di dalam dua pengertian sebagai berikut:
1. Allah adalah Dzat yang menghilangkan gelap dan mendatangkan terang.
2. Allah adalah Dzat yang memasukkan hidayah dan iman ke dalam hati seorang hamba.
NUR DI ATAS NUR (part-2) (NUR dalam Arti Mendatangkan Terang)
NUR DI ATAS NUR (part-2) (NUR dalam Arti Mendatangkan Terang)
Untuk
lebih memudahkan pemahaman, marilah kita mencari makna firman Allah di
atas dengan metode tafsiriah sebagaimana yang digunakan oleh para Ulama’
salafush shaleh:
1. Firman Allah:
(اللَّهُ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْض)
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi”.
Maksudnya,
Allah SWT dengan segala Kehendak, Perbuatan, Kebesaran dan
Kekuasaan-Nya adalah Dzat yang memberi Petunjuk dan Hidayah kepada
seluruh makhluk-Nya, baik makhluk yang di langit maupun yang di bumi.
Karena hanya Allah yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur, demikian itulah
yang tertangkap dari isyarat Rasulullah SAW saat Beliau berdo’a di
dalam shalat malamnya. Rasulullah SAW bersabda:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنَ الَّيْلِ يَقُوْلُ: “اَللَّهُمَّ لَكَ
الْحَمْدُ أَنْتَ نُوْرُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ وَلَكَ
الْحَمْدُ أَنْتَ قَيُّوْمُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ”
الحديثَ
“Dari Ibnu Abbas RA berkata: Adalah Rasulullah SAW ketika
shalat malam dan berdo’a : Wahai Allah hanya untuk-Mu segala puji.
Engkau adalah Nur langit dan Bumi dan orang-orang di dalamnya, dan hanya
untuk-Mu segala puji. Engkau adalah yang menegakkan dan
bertanggungjawab terhadap langit dan bumi dan orang-orang di dalamnya –
Al-hadits” (HR. Bukhori-Muslim)
Allah SWT telah menyampaikan Petunjuk
dan Hidayah-Nya baik di langit maupun di bumi. Dengan sinar matahari
untuk kehidupan di muka bumi dan dengan firman-firman-Nya untuk
kehidupan di dunia dan di akherat. Itulah Nur langit dan Nur bumi, di
samping sebagai petunjuk bagi manusia juga merupakan perhiasan bagi alam
persada.
Dengan pengertian seperti itu, maka hakekat Nur langit dan Nur bumi itu menerangi empat tempat:
1) Di langit dengan sinar matahari, bulan dan bintang-bintang.
2) Di bumi dengan ilmu dan akhlak para Nabi dan para Wali serta para Ulama’-Nya.
3) Di akal dan pikiran dengan ilmu pengetahuan yang berupa pemahaman, keterangan, dalil-dalil, bukti-bukti dan argumentasi.
4) Di hati dan ruh dengan cinta kasih, iman, yakin dan ma’rifatullah.
Allah
SWT melalui al-Qur’an al-Karim telah membuat perumpamaan agar manusia
dapat memahami segala kehendak-Nya. Artinya bahwa melalui firman-Nya
Allah berkehendak bicara kepada manusia dengan bahasa manusia, bukan
bahasa makhluk lainnya. Oleh karena baginda Nabi Muhammad SAW dilahirkan
sebagai orang Arab, maka al-Qur’an al-Karim diturunkan dengan bahasa
Arab agar manusia mudah memahami kandungan isinya. Meskipun demikian,
al-Qur’an diturunkan bukan hanya untuk orang arab, melainkan untuk
seluruh umat manusia bahkan sebagai RAHMATAN LIL ALAMIN. Jadi, sebagai
orang Jawa kita tidak seharusnya berkecil hati, tidak perlu merasa
mengikuti AGAMA IMPORT dengan memeluk Agama Islam, karena ajaran
al-Qur’an diturunkan untuk menyempurnakan segala keyakinan nenek moyang
kita.
Lafad “Nur” di dalam ayat di atas sejatinya hanyalah
istilah, sebagai “bahasa bantu”. Dengan istilah itu supaya manusia
memahami apa yang dikehendaki Allah dengan firman-Nya itu. Oleh karena
itu, apabila orang memahami firman di atas dengan membayangkan Dzat
Allah sebagai cahaya yang dapat dirasakan indera mata, berarti pemaham
tersebut telah terpeleset kepada kesalahan fatal. Maha Suci Allah dari
segala imajinasi manusia. Jadi, yang dimaksud Allah dengan ayat: اللَّهُ
نُورُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْض ialah bahwa Allah pemberi petunjuk baik
di langit dan di bumi dan Allah pula yang mengatur keduanya.
2. Firman Allah:
مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ
“Perumpamaan Nur Allah, seperti Misykat di dalamnya ada pelita dan pelita di dalam kaca..”.
Perumpamaan
Nur Allah itu seperti misykat (lubang yang tidak tembus) yang di
dalamnya ada pelita dan pelita itu di dalam kaca. Itulah gambaran dada
orang yang beriman. Di dalam dada orang beriman itu berisi ilmu
pengetahuan, argumentasi, penalaran, kasih sayang, iman, yakin dan
ma’rifatullah yang diibaratkan seperti pelita. Ketika pelita itu
dibungkus dengan pelaksanaan amal ibadah, pengabdian dan akhlakul
karimah, yang ibaratnya seperti kaca kristal, maka alam yang ada di
sekitarnya menjadi terang benderang.
Itulah “Nur di atas Nur”, yaitu
“hakekat Nur” yang terpancarkan dari bumi dan mampu menerangi ufuk
langit. Nur yang pertama kali telah dipancarkan melalui akhlak manusia
pilihan, panutan umat sepanjang zaman, Rasulullah Muhammad SAW yang
kemudian akan menerangi kehidupan manusia sepanjang zaman. Kini Nur itu
telah diwariskan pada Ulama’ pewaris para Nabi, yaitu khalifah bumi
zamannya. Mereka itulah para guru mursyid yang suci lagi mulia dan
nyata-nyata telah mampu membimbing murid-murid dan pengikutnya menuju
jalan keridlaan Allah. Semoga Allah meridlai mereka.
“Nur di atas
Nur” itu bukan sekedar ilmu saja, meski itu ilmu agama, terlebih ilmu
agama yang diperjualbelikan dengan harga dunia, melainkan ilmu agama
yang benar-benar telah terbukti mampu menerangi jalan hidup manusia.
Pemahaman yang mampu menghapus keraguan dan menancapkan keyakinan di
hati umat manusia. Yaitu ilmu agama yang mampu menyelamatkan manusia
dari jurang neraka dan mengantarkan menuju hidayah dan ridla Allah.
Selain para Nabi dan para Rasul SAW tidak ada yang mampu berbuat seperti
itu kecuali mereka itu, yakni para guru mursyid yang suci lagi mulia.
Allah menamakan kitab-Nya juga dengan istilah Nur melalui firman-Nya:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمْ بُرْهَانٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا
“Hai
manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari
Tuhanmu, (Muhammad dengan mu`jizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu
cahaya yang terang benderang (Al Qur’an).”(QS. An-Nisa’; 4/174)
Juga memberikan nama nabi-Nya dengan Nur di dalam firman-Nya:
يَا
أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ كَثِيرًا
مِمَّا كُنْتُمْ تُخْفُونَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ قَدْ
جَاءَكُمْ مِنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِينٌ (15) يَهْدِي بِهِ اللَّهُ
مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ
الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ
مُسْتَقِيمٍ
“Wahai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu
cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. – Dengan kitab itulah
Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan
keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang
itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan
seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.”. (QS. Al-Ma’dah;
5/15)
Oleh karena sifat Kitab dan sifat Nabi sama yaitu menerangkan
dan menunjukkan jalan bagi manusia, maka yang dimaksud dengan “misykat”
tentunya bukan kitab tapi dada manusia. Maka “mishbaah” adalah ilmu dan
imannya, “zujajaah” adalah hatinya dan “zaitun” atau minyak adalah
dalil-dalil, bukti dan hikmah yang dapat menguatkan ilmu dan iman itu.
Adapun
yang dimaksud “syajaroh” (yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang
banyak berkahnya) adalah potensi sumber ilham atau potensi komunikasi
atau potensi wushul antara seorang hamba dengan Allah, yang sifatnya
seperti tumbuhan. Artinya, potensi hubungan antara seorang hamba kepada
Allah itu, semula seperti bibit, ketika bibit itu mampu dikembangkan
dengan baik maka bibit itu akan menjadi tumbuhan yang kuat dan berbuah.
Itulah hakekat ma’rifatullah. Maka yang dimaksud dengan “asy-syajaroh”
adalah dasar pemahaman manusia akan tuhannya, itu adalah sebagai
pembawaan manusia sejak lahir. Apabila dasar pemahaman itu mampu
dikembangkan dengan ilmu dan amal, maka akan menjadi ma’rifatullah yang
mampu menyinari perilaku kehidupan manusia.
3. Firman Allah:
لَا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ
“tidak di timurnya sesuatu dan tidak di baratnya sesuatu”.
MA’RIFATULLAH
(asy-syajaroh), kedudukannya tidak di dataran bumi maupun di ufuk
langit, tidak di timurnya sesuatu dan tidak pula di baratnya, melainkan
di dalam jati diri manusia, yaitu dalam relung rongga dadanya sendiri,
hal itu sebagai pembawaan manusia sejak dilahirkan ibunya. Oleh karena
itu, apapun yang tumbuh di dalam hati, baik ilmu pengetahuan, iman,
yakin dan ma’rifatullah, apabila masing-masing itu kemudian menjadi
kuat, sejatinya potensinya sudah tersedia sejak zaman azali. Ibarat
orang menggosok mutiara, bukannya batu kali digosok menjadi mutiara,
namun aslinya memang sudah mutiara, hingga meski digosok sedikit saja,
sinarnya sudah mampu menyilaukan mata. Seperti juga air hujan yang
menghidupkan tanah tandus hingga menjadi subur kemudian tumbuh tanaman,
bukan air hujan itu yang membawa bibit dari langit, melainkan
bibit-bibit itu sejatinya telah tersebar di dataran bumi itu, sehingga
ketika musim hujan datang, meski tanpa ditanami benih, tanah yang semula
kering itu seketika menjadi hijau dan tumbuh subur.
Itulah
perumpamaan potensi iman dan ma’rifatullah yang tumbuh di dalam dada
orang-orang beriman, seperti minyak pohon yang seakan-akan telah
menerangi walau tanpa tersentuh api. Artinya, iman itu sudah bersinar
meski belum dimasuki ilmu pengetahuan, dan ketika disentuh ilmu, maka
iman itu menjadi semakin memancarkan sinarnya. Itulah Nur hidayah Allah
dalam dada hamba pilihan, sinarnya mampu menyalakan obor iman,
menghidupkan semangat pengabdian dan jihad di jalan Allah. Bahkan
seperti sungai bermata air, meski musim kemarau panjang, airnya bahkan
semakin jernih dan tetap mengalir sepanjang zaman.
4. Firman Allah:
” زَيْتُونَةٍ لَا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ “
“Minyak dari pohon yang banyak berkahnya, pohon zaitun, yang tidak di timurnya sesuatu dan tidak pula di baratnya sesuatu”.
Gambaran
lain tentang iman itu seperti daun yang berada di tengah rerimbunan
dedaunan. Tidak terkena sinar matahari dari timur dan barat sehingga
menjadi daun yang hijau segar dan berkilau. Seperti itulah keadaan hati
orang yang beriman. Hati itu tidak menjadi layu sebab penderitaan dan
tidak angkuh dan keras sebab penghormatan dan kenikmatan. Hati yang
demikian itu dapat dilihat dari empat tanda-tanda; (1) apabila berkata,
benar; (2) apabila memutuskan adil; (3) apabila mendapat musibah, sabar,
dan (4) apabila mendapatkan kenikmatan, bersyukur. Keberadaan orang
yang hatinya seperti itu di tengah-tengah manusia seperti seorang lelaki
yang sedang berjalan di antara pekuburan orang mati.
Jadi yang
dimaksud “asy-syajaroh” itu tempatnya bukan di muka bumi bukan pula di
langit, tapi di dalam hati orang-orang yang beriman. Yaitu pohon yang
mampu menjadikan seorang hamba mencintai dan dicintai Allah. Ketika
pohon itu disuburkan dengan ilmu, iman, amal shaleh dan akhlakul
karimah, maka dengan izin Allah, buahnya dapat dimakan setiap saat.
Itulah buah ma’rifatullah yang oleh ahlinya dikatakan “surga ma’rifat”.
Allah memberikan perumpamaan dengan firman-Nya yang lain:
أَلَمْ تَرَ
كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ
أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ (24) تُؤْتِي أُكُلَهَا
كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ
لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah
telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik,
akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit (24) pohon itu
memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah
membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu
ingat (25). (QS.Ibrahim/24-25)
5. Firman Allah:
“نُوْرٌ عَلَى نُوْرٍ”
(Nur
di atas Nur) hakekatnya adalah perpaduan antara Ilmu dan Iman. Apabila
ilmu dan iman sudah diaktualisasikan dalam bentuk ibadah dan pengabdian
yang hakiki, maka akan memancarkan cahaya yang cemerlang melalui
karakter dan perilaku manusia sehingga amal dan pengabdian mereka mudah
mendapat peneriman di tengah umat, selanjutnya akan mengangkat derajat
pemiliknya pada derajat yang tinggi di sisi Allah.
Hal tersebut bisa
terjadi, karena Nur Ilahiyah itu memancar dari tiga indera manusia,
pendengaran, penglihatan dan hatinya. Oleh karena ketiga indera itu
selalu mendapatkan pancaran hidayah Allah, maka apapun yang diperbuat
oleh orang tersebut mampu memancarkan kembali hidayah itu kepada umat
manusia. Kongkritnya, dengan Nur itu menjadikan mereka mampu mendengar,
melihat, dan merasakan hanya dengan dasar kasih sayang yang bersih.
Itulah buah ibadah, yang tidak hanya mampu memberikan kemanfaatan kepada
diri sendiri, namun juga kepada sesama manusia dan menjadi “rahmatan
lil ‘aalamiin”.
6. Firman Allah:
” يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ ”
“Seakan-akan minyaknya sudah menerangi walaupun tidak disentuh api”.
Itulah
minyak abadi yang menyalakan pelita iman di hati para hamba pilihan
yang tanda-tandanya dapat terbaca dari pemiliknya. Berupa sinar yang
selalu memancar dari air muka dan budi pekerti menyejukkan. Itulah air
muka para kekasih Allah, sehingga hanya dengan memandang sinar wajahnya
saja, kadang-kadang menjadikan sebab orang mendapatkan hidayah dari-Nya.
Air muka yang sejuk itu bahkan mampu membangkitkan rasa rindu kepada
Allah, menghidupkan harapan dengan terbitnya suatu permintaan di dalam
hati: “Ya Allah, kalau seandainya aku sudah tidak mungkin menjadi orang
seperti dia, oh semoga, barangkali anakku saja”. Bahkan hanya bertemu
dan bertatap muka saja, orang yang hatinya sedang susah dapat terobati
dengan sendirinya.
Oleh karena itu, seandainya Baginda Nabi Muhammad
SAW tidak pernah mengaku sebagai Nabi sekalipun, dengan kebaikan budi
pekerti yang disinari dengan keteduhan sinar wajah yang menyejukkan,
manusia yang hatinya selamat pasti mengerti bahwa sesungguhnya beliau
itu adalah seorang Nabi. Yang demikian itu telah dibuktikan sejarah,
sehingga Beliau mendapat julukan al-Amin jauh hari sebelum diangkat
menjadi seorang Nabi.
Jadi, tanda-tanda orang yang mendapat Nur
Ilahiyah itu bukan hanya orang yang pandai menulis dan berbicara tentang
NUR saja, terlebih jika isinya tidak mencerminkan akhlak yang mulia,
tetapi juga orang yang mampu menunjukkan perilaku dan ucapan yang dapat
memberi kemanfaat kepada orang lain, bukan sebaliknya. Yang ditulis dan
diucapkan itu sekedar ungkapan, mengungkapkan keadaan hati orang
tersebut.
Makanya, jika ada orang hobby-nya suka menghina orang lain,
baik dalam tulisan ataupun ucapan, apalagi jika orang yang selalu
dihina itu tidak pernah berbuat salah kepada orang tersebut, itu jelas
menunjukkan, bahwa hati orang tersebut sesungguhnya sedang sakit kronis.
Dia sesunguhnya orang yang hina, bukan orang yang dihina. Oleh karena
hatinya RINGKIH dan sakit-sakitan, maka tidak kuat ketika melihat orang
yang dibenci itu dihormati oleh orang lain. Berarti fungsi hidup orang
tersebut hanya untuk menyebarkan penyakit masyarakat, … kecuali dia itu
memang seorang DOKTER yang sedang mengimunisasi orang banyak, supaya
masyarakat tidak terkena wabah penyakit…….., semoga memang demikian.
NUR DI ATAS NUR (part-3 ) – “NUR” Dalam Arti Hidayah
NUR DI ATAS NUR (part-3 ) – “NUR” Dalam Arti Hidayah
Firman Allah SWT:
(اللَّهُ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْض)
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi”.
Allah
SWT adalah Dzat yang memasukkan hidayah dan iman di dalam hati seorang
hamba. Hanya Allah yang menghendaki adanya iman di dalam hati seorang
hamba. Seandainya tidak, maka tidak ada lagi yang mampu menjadikan orang
beriman kepada-Nya, bahkan Malaikat sekalipun. Allah menegaskan hal
tersebut dengan firman-Nya:
وَلَوْ أَنَّنَا نَزَّلْنَا إِلَيْهِمُ
الْمَلَائِكَةَ وَكَلَّمَهُمُ الْمَوْتَى وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ
شَيْءٍ قُبُلًا مَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ
وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُونَ
“Kalau sekiranya Kami turunkan
malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan
mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka
niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah
menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”. (QS. al-An’am;
111)
Seperti orang yang matanya buta, meski matahari sedang tinggi,
tetap saja alam dalam keadaan gelap gulita. Seperti itu keadaan orang
yang hatinya ingkar, meski Kitab-Kitab langit sudah diturunkan di muka
bumi, Rasul dan Nabi diutus untuk membimbing manusia, Ulama’ disebarkan
dengan membawa “ilmu warisan”, tetap saja orang tersebut tidak mau
beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Itu bisa terjadi, karena yang buta
bukan mata yang di kepala, tapi “matahati” yang ada dalam rongga dada.
Allah telah menegaskan dengan firman-Nya yang artinya:
أَفَلَمْ
يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ
آَذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ
تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“Maka apakah mereka tidak
berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka
dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat
mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang
buta, ialah hati yang di dalam dada.”. (QS. Al Hajj; 46)
Oleh sebab
itu, tidak semua orang mempunyai ilmu agama Islam pasti memiliki iman.
Karena kedudukan ilmu di akal sedangkan kedudukan iman di hati. Mengapa
demikian … ? karena yang dikelola hanya “ilmu” bukan “iman”. Terlebih
dengan orientasi duniawi, sehingga tidak segan-segan orang Islam menimba
ilmu Agama Islam kepada orang yang bukan Islam, sekedar secara formal
agar lebih mendapatkan pengakuan. Bahkan untuk mencukupi kebutuhan hidup
duniawi, ilmu agama Islam ini kini marak dijual murahan di
panggung-panggung pengajian yang dikelola seperti panggung hiburan.
Bukannya mengajak manusia ke jalan Allah, tetapi malah untuk mengocak
perut dengan dagelan sambil menjual ayat dengan dikolaborasikan musik
dangdutan agar sajian laku terjual.
Apabila niat di dalam hati
ternyata benar-benar hanya untuk mencari keuntungan duniawi, bukan
ibadah, berarti sama saja orang tersebut telah berkhianat kepada amanat
ilmunya sendiri. Akibatnya, boleh jadi orang tersebut akan dimasukkan
neraka akibat penerapan ilmu agama yang mereka miliki itu. Gambarannya
seperti lilin, memberikan penerangan kepada orang lain tapi
menghancurkan diri sendiri. Itulah kerugian yang nyata, rugi dunia dan
akherat.
Adapun “Nur” dalam arti Hidayah atau sampainya iman ke dalam hati seorang hamba, telah ditegaskan Allah dalam firman-Nya:
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آَمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman ; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya”. (QS. al-Baqoroh; 2/257)
Karena
Allah mencintai orang-orang yang percaya (iman), maka Allah senantiasa
menolong mereka dengan mengeluarkan dari kegelapan kafir dan syirik
menuju cahaya tauhid. Bahkan menghidupkan hati mereka yang asalnya sudah
mati disebabkan oleh kerak dosa yang menempel bagai karat hingga
menjadi suci dan bersih dan kembali disinari hidayah iman. Allah telah
menegaskan hal itu dengan firman-Nya:
أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا
فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ
مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ
لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Dan bukankah mereka adalah
mati, kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang
terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah
masyarakat manusia, serupa dengan keadaannya berada dalam gelap gulita
yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya”.(QS. al-An’am; 6/122)
Dengan
Nur iman itu, hati yang asalnya kaku dan keras, menjadi lunak dan
lentur. Hati yang mati menjadi hidup kembali. Bahkan yang asalnya bodoh
menjadi mengerti. Hasilnya, hati itu kian peka kepada keadaan
sekelilingnya sekaligus juga gampang menerima pendapat orang lain walau
kadang kala tidak sefaham dan bertentangan dengan pendapatnya sendiri.
Selanjutnya, berkat kebaikan budi pekerti yang disinari iman itu,
akhirnya lingkungannya pun menjadi baik karenanya.
*********
Allah SWT berfirman:
وَكَذَلِكَ
أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا
الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ
مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ
مُسْتَقِيمٍ
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu “Ruh” (Al-Qur’an)
dari urusan Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab
(Al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami
menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengannya siapa yang
Kami kehendaki diantara hamba-hamba Kami”. (QS. asy-Syuura.42/52)
Di
dalam ayat di atas, “Nur Hidayah” yang mampu menghidupkan iman dan hati
yang mati disebut “Ruh”. Nur tersebut asal kejadiannya hanya satu, yaitu
“Nur Muhammad SAW”, makhluk yang pertama kali diciptakan Allah dari
“Nur-Nya”. Ketika Nur itu dipancarkan di alam semesta, Nur itu kemudian
bercabang dan menjadi bermacam-macam bentuk kebutuhan hidup manusia.
Bentuk
kebutuhan itu di antaranya ialah; untuk mencukupi mata, maka Nur itu
menjadi cahaya yang dipancarkan matahari. Untuk mencukupi kebutuhan akal
dan fikir, maka Nur itu menjadi ilmu pengetahuan yang dipancarkan
al-Qur’an dan hadits Nabi. Untuk menyediakan kebutuhan hati maka Nur itu
menjadi sifat kasih-sayang yang dipancarkan sifat Rahman Allah. Dan
untuk menyediakan kebutuhan ruh, maka Nur itu menjadi iman, yakin dan
ma’rifatullah yang dipancarkan sifat Rahim Allah. Selanjutnya, dengan
keempat indera tersebut (mata, akal, hati dan ruh) Ulama’ sebagai
pewaris para Nabi dan Khalifah bumi zamannya bertugas memancarkan
kembali Nur itu kepada alam yang ada di sekelilingnya. Allah menegaskan
hal tersebut dengan firman-Nya:
إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
“Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat dari orang-orang yang berbuat baik”.(QS. Al-A’raaf; 56)
Hanya
Allah yang mampu berbuat demikian, menancapkan hidayah dalam hati
manusia sehingga orang tersebut beriman kepada Allah dan rasul-Nya.
Adapun para khalifah bumi itu adalah pengganti Allah di muka bumi.
Sebagai pelaksana kehendak dan takdir yang sudah ditetapkan-Nya sejak
zaman azali, menyampaikan rahmat Allah yang sudah mereka terima kepada
alam semesta menjadi rahmat yang universal yaitu “rahmatan lil
‘aalamiin”, baik rahmat lahir yang berupa ilmu pengetahuan maupun rahmat
batin berupa iman, yakin dan ma’rifatullah. Para Kholifah Bumi itu
tidak hanya menyampaikan ilmu Agama saja, terlebih dengan cara debat
kusir yang tidak ada ujung pangkalnya. Disamping mereka itu selalu
mengajarkan ilmu pengetahuan dan pemahaman hatinya dengan sabar, juga
menuntun umatnya dalam pelaksanaan amal ibadah dengan didasari akhlak
mulia untuk berjalan bersama menuju keridhoan Ilahi Rabby.
NUR DI ATAS NUR (part-4 ) – (Nur Kehidupan)
NUR DI ATAS NUR (part-4) – (Nur Kehidupan)
Manusia
dikatakan hidup apabila seluruh indera yang dimiliki—baik yang lahir
maupun yang batin—hidup. Apabila indera-indera tersebut mati (tidak
berfungsi sebagaimana mestinya), terlebih indera yang batin, berarti
manusia itu hakekatnya mati meski masih bernyawa. Sebab, meski indera
lahirnya hidup, dengan matinya indera batin, sungguh tidak ada lagi yang
dapat diperbuat oleh manusia tersebut kecuali hanya makan dan
bersenang-senang. Selanjutnya kenikmatan itu harus dipertanggungjawabkan
dengan siksa neraka Jahanam. Allah menggambarkan keadaan mereka itu
melalui firman-Nya:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَهُمْ
“Dan
orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan
seperti makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal
mereka”. (QS. Muhammad; 12)
Makan seperti cara makan binatang ternak
itu artinya ‘hidup untuk makan’ bukan ‘makan untuk hidup’. Akibat dari
itu, meski badan mereka sehat tapi hatinya penuh dengan penyakit dan
bahkan mati. Di dalam firman-Nya yang lain, Allah menggambarkan keadaan
mereka di neraka:
رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا
مُسْلِمِينَ (2) ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ
الْأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
“Orang-orang yang kafir itu seringkali
(nanti di akherat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia)
menjadi orang-orang muslim(2) Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan
bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak
mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka itu)”. (QS. Al Hijr;
2-3)
Itulah gambaran kehidupan orang yang tidak beriman kepada Allah
dan rasul-Nya, meski secara lahir kelihatannya hidup bahkan mampu
mengelola dunia dengan baik, namun sejatinya itu adalah kehidupan yang
mati.
أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا
يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ
بِخَارِجٍ مِنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ
“Dan bukankah mereka adalah mati, kemudian dia Kami
hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan
cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia,
serupa dengan keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali
tidak dapat keluar dari padanya”. (QS. al-An’am; 6/122)
Yang dimaksud
‘orang mati’ dalam ayat di atas bukan orang yang nyawanya sudah dicabut
sehingga jasadnya harus segera dikubur, tapi hatinya sedang beku dan
kaku, sehingga meski jasad itu masih dalam segar bugar, namun tidak
dapat memberikan manfaat yang berarti bagi dirinya sendiri. Hal itu bisa
terjadi, karena matahatinya sedang ditutupi mendung kerak dosa dan
kabut sifat-sifat duniawi yang terlanjur menjadi karakter dasar perilaku
hidupnya sehari-hari.
Dikatakan mati karena orientasi hidupnya
pendek dan sempit, hanya dibatasi oleh kematian di dunia namun panjang
angannya, penuh fatamorgana yang menggoda. Artinya, setelah batas
kematian itu terlewati, tidak ada lagi kehidupan menyenangkan baginya,
yang tertinggal hanya siksa neraka yang pedih untuk selama-lamanya.
“Nur
hidayah Allah”, melalui indera-indera lahir manusia tersebut seharusnya
mampu menghidupkan kembali hati yang mati itu, dengan cara memadukan
antara iman dan amal shaleh dalam pelaksanaan pengabdian hakiki. Adapun
indera manusia pada hakekatnya hanya ada dua yaitu; (1) Bashoro atau
indera lahir yang meliputi panca indera dan rasio (akal dan fikir) dan
(2) Bashiroh atau indera batin (perasa) yang meliputi perasaan hati dan
ruh atau ruhaniah. Dari kedua indera tersebut (bashoro dan bashiroh),
indera manusia bercabang-cabang dengan cabang yang tidak terhitung, di
mana masing-masing indera itu membutuhkan Nur kehidupan.
Untuk menyingkat uraian maka kedua indera tersebut (bashoro dan bashiroh) masing-masing dibagi menjadi dua cabang.
1. Bashoro atau indera lahir yang terdiri dari dua indera:
a)
Indera mata; membutuhkan Nur atau cahaya yaitu sinar matahari. Oleh
karena itu, meski mata dalam keadaan melek dan sempurna, tanpa adanya
sinar matahari, mata itu tidak dapat berfungsi sehingga tidak bermanfaat
bagi manusia.
b) Indera akal; membutuhkan Nur berupa ilmu
pengetahuan yang bersumber dari al-Qur’an dan hadis. Sebagaimana mata
tanpa sinar matahari yang tidak membawa kemanfaatan, akal juga demikian,
tanpa ilmu al-Qur’an berarti akal menjadi mati. Untuk itulah fungsi
Ilmu Al-Qur’an adalah sebagai Nur bagi akal sebagaimana fungsi matahari
sebagai Nur bagi indera mata.
2. Bashiroh juga meliputi dua Indera:
a)
Hati (القُلب); membutuhkan Nur yang berupa “rahmah” atau kasih sayang
dan cinta kasih sebagaimana diisyaratkan Allah di dalam firman-Nya:
فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ
الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ
لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى
اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Maka disebabkan
rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan itu”. (QS. Ali Imran; 3/159)
وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً
“Dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih sayang” (QS. ar-Rum; 30/21)
وَجَعَلْنَا فِي قُلُوبِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ رَأْفَةً وَرَحْمَةً
“Dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang”. (QS. al-Hadid; 57/27)
Hati
tanpa kasih sayang menjadikan kehidupan seseorang kaku, sama dengan
mata tanpa sinar matahari yang menjadi buta. Orang seperti itu hidupnya
hanya mengutamakan diri sendiri tanpa peduli kepada orang lain. Bahkan
ketika hatinya telah dipenuhi rasa dendam, seringkali manusia mampu
berbuat kejam melebihi binatang buas. Itulah binatang paling tidak
disukai Allah sebagaimana terungkap dalam firman-Nya:
إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya
binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah
orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun”. (QS.
Al-Anfal; 22)
Adapun hati yang lemah lembut karena ada Nur kehidupan
di dalamnya, sekiranya tidak, niscaya hati itu akan menjadi kasar dan
keras. Ketika hati itu kasar dan keras maka orang-orang di sekitarmu
akan menjauhimu. (Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu).
Tanda-tanda hati yang telah mendapatkan Nur
kehidupan itu ialah hati yang gemar memberi maaf kepada manusia dengan
memohonkan ampunan kepada Allah, sebagaimana firman-Nya:
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang.
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (QS. Ali Imran;
3/134)
b) Ruh (Ruhaniah); Setelah ruh mendapatkan “Nur kehidupan”
pertama yaitu iman, ruh juga membutuhkan Nur lagi yang disebut dengan
“Nur Nubuwah” atau “Nur Walayah”. Nur kehidupan yang kedua itu berfungsi
agar iman yang sudah ada menjadi semakin kuat dan yakin hingga menjelma
ma’rifatullah. Tentang Nur Nubuwah ini telah dinyatakan Allah dengan
Firman-Nya:
أُولَئِكَ الَّذِينَ آَتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ
“Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan kepada mereka kitab, hikmah, dan Nubuwah”. (QS. al-An’am; 6/89)
Nur
Iman ibarat penglihatan, sedangkan Nur Nubuwah atau Nur Walayah itu
ibarat mataharinya. Tanpa Nur yang pertama (iman), berarti sama saja
seperti orang menjadi buta, maka Nur yang kedua (Nur Nubuwah atau Nur
Walayah) itu tidak akan berguna bagi manusia. Oleh sebab itu, ilmu agama
saja tidak cukup bagi manusia, tanpa iman, orang yang memiliki Ilmu
Agama itu seperti orang buta sehingga ilmu agama itu sedikitpun tidak
mampu memberikan petunjuk (hidayah) bagi hatinya sendiri. Seperti itulah
gambaran orang yang hatinya ingkar, sehingga ilmu agamanya cenderung
hanya dijadikan alat mencari kehidupan duniawi. Mengapa demikian itu
bisa terjadi, karena sesunguhnya yang buta bukan akal dan matanya akan
tapi hatinya:
فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”. (QS. Al Hajj; 46)
Namun
demikian, orang yang sudah memiliki Nur Iman, tanpa Nur Nubuwah atau
Nur Walayah, Nur Iman itu tidak dapat berkembang sempurna bahkan malah
mati. Adapun satu-satunya jalan untuk menguatkan Nur Iman adalah amal
shaleh, karena iman itu dapat bertambah dan berkurang dan bahkan juga
dapat mati.
@@
Bulu Perindu Sukma
Bulu Perindu Asli Kalimantan
Di dalam blog ini akan saya jelaskan tentang khasiat dari Bulu Perindu yang melegenda yang khasiat utamanya adalah sebagai media pengasihan atau pemikat lawan jenis,baik Pria ataupun Wanita. Bulu perindu dapat mengatasi Solusi asmara anda yang kandas,pacar di ambil orang,cinta bertepuk sebelah tangan, dan semua yang berhubungan dengan asmara ..
Testing Video Keaslian Bulu Perindu Sukma
mahar tingkat satu 300.000 sudah ongkos kirim
khasiatnya antara lain.. pengasihan, pemikat lawan jenis, penarik simpati, disenangi atasan bawahan, pelaris usaha, pelet, cepat dapat jodoh,mengembalikan pasangan yang selingkuh, cocok untuk pria dan wanita.
mahar tingkat Dua 550.000 ribu sudah ongkos kirim
Khusus yang tingkat dua perbedaanya dengan tingkat satu adalah khusus bagi yang sudah berumah tangga atau sudah menikah, mengapa demikian karena power atau bulu perindu tingkat 2 mempunyai power 2x lebih besar dari tingkat 1 karena untuk orang yang sudah menikah rata-rata mempunyai aura yang sudah melemah karena faktor energi cakranya yang meredup akibat sudah seringnya berhubungan badan, jadi di butuhkan kekuatan ekstra untuk
menggunakan bulu perindu ini.
kekuatan bulu perindu tingkat 2 ini di fokuskan untuk mengembalikan pasangan yang selingkuh/pergi dengan laki-laki lain atau sudah tidak cinta lagi
khasiatnya antara lain..
pengasihan, pemikat lawan jenis, penarik simpati, disenangi atasan bawahan, pelaris usaha, pelet, cepat dapat jodoh,mengembalikan pasangan yang selingkuh, cocok untuk pria dan wanita tanpa ritual,puasa dan tanpa pantangan juga bisa di wariskan ke Anak CucuTanpa perlu panjang lebar berikut Testimoni para pemakai Bulu Perindu Sukma.
"Disclaimer : Hasil dan manfaat dari media bulu perindu ini akan berbeda-beda terhadap individualnya"
"Bagi Para Pria dan wanita Yang Ingin Berhasil Dalam Mengatasi masalah asmara,jodoh,perselingkuhan,agar di sayang atasan dan juga pelaris usaha,Bisa Menggunakan Bulu Perindu Ini Sebagai Solusi"
Pembayaran dapat di lakukan ke salah satu rekening di bawah ini:
"Disclaimer : Hasil dan manfaat dari media bulu perindu ini akan berbeda-beda terhadap individualnya"
setelah transfer harap konfirmasi sms ke no HP 081375545915 Pin BB : 29A3B191 ( Hendro Susilo )( Hendro Susilo ) sertakan juga no hp dan alamat lengkap saudara untuk memudah kan pengirimam bulu perindu. bulu perindu dan tata cara penggunaanya akan di kirim melalui JASA JNE,TIKI DAN POS Code Resi Paket pengiriman anda dapat di lihat di " CEK STATUS PENGIRIMAN " di bawah ini
dengan cara memsukkan nomor barcode/resi pengiriman yang akan saya berikan kepada anda melalui email/sms NB: untuk pemohon agar terlebih dahulu mengirimkan email atau sms ke alamat buluperindusukma@gmail.com dan jika ingin kontak langsung hub atau sms ke no HP 081375545915 Pin BB : 29A3B191 ( Hendro Susilo )
TESTIMONI DARI BB
Bukti pengiriman JNE dan Pos Indonesia
MAHAR PELET MANTRA 550.000 |MAHAR PELET FOTO |850.000 | MAHAR PELET SEMAR MESEM | 550.000 | MAHAR PUTER GILING 1000.000 | TLP/SMS HP 081375545915 Pin BB : 29A3B191 ( Hendro Susilo ) : JNE TIKI POS
Bulu Perindu Asli Kalimantan
Di dalam blog ini akan saya jelaskan tentang khasiat dari Bulu Perindu yang melegenda yang khasiat utamanya adalah sebagai media pengasihan atau pemikat lawan jenis,baik Pria ataupun Wanita. Bulu perindu dapat mengatasi Solusi asmara anda yang kandas,pacar di ambil orang,cinta bertepuk sebelah tangan, dan semua yang berhubungan dengan asmara ..
Ciri - ciri keaslian
Jika di tetesi / dibasahi air dan di letakkan di atas lantai atau sehelai kertas, maka secara menakjub kan Bulu Perindu tersebut akan menggeliat - geliat laksana seekor cacing. Sepasang Bulu Perindu jika di dekatkan / dipertemukan ujung - ujungnya, secara ajaib akan berangsur - angsur saling mendekat dan melilit.
Testing Video Keaslian Bulu Perindu Sukma
mahar tingkat satu 300.000 sudah ongkos kirim
khasiatnya antara lain.. pengasihan, pemikat lawan jenis, penarik simpati, disenangi atasan bawahan, pelaris usaha, pelet, cepat dapat jodoh,mengembalikan pasangan yang selingkuh, cocok untuk pria dan wanita.
mahar tingkat Dua 550.000 ribu sudah ongkos kirim
Khusus yang tingkat dua perbedaanya dengan tingkat satu adalah khusus bagi yang sudah berumah tangga atau sudah menikah, mengapa demikian karena power atau bulu perindu tingkat 2 mempunyai power 2x lebih besar dari tingkat 1 karena untuk orang yang sudah menikah rata-rata mempunyai aura yang sudah melemah karena faktor energi cakranya yang meredup akibat sudah seringnya berhubungan badan, jadi di butuhkan kekuatan ekstra untuk
menggunakan bulu perindu ini.
kekuatan bulu perindu tingkat 2 ini di fokuskan untuk mengembalikan pasangan yang selingkuh/pergi dengan laki-laki lain atau sudah tidak cinta lagi
khasiatnya antara lain..
pengasihan, pemikat lawan jenis, penarik simpati, disenangi atasan bawahan, pelaris usaha, pelet, cepat dapat jodoh,mengembalikan pasangan yang selingkuh, cocok untuk pria dan wanita tanpa ritual,puasa dan tanpa pantangan juga bisa di wariskan ke Anak CucuTanpa perlu panjang lebar berikut Testimoni para pemakai Bulu Perindu Sukma.
"Disclaimer : Hasil dan manfaat dari media bulu perindu ini akan berbeda-beda terhadap individualnya"
"Bagi Para Pria dan wanita Yang Ingin Berhasil Dalam Mengatasi masalah asmara,jodoh,perselingkuhan,agar di sayang atasan dan juga pelaris usaha,Bisa Menggunakan Bulu Perindu Ini Sebagai Solusi"
|
"Disclaimer : Hasil dan manfaat dari media bulu perindu ini akan berbeda-beda terhadap individualnya"
|
Bank BCA Kantor Cabang: KCU Bukit Barisan
No. Rekening : 3831172434
Nama Pemilik : Hendro Susilo
|
Bank Mandiri Kantor Cabang: KCP Medan Simpang pos
No. Rekening : 105-00-1057268-7
Nama Pemilik : Hendro Susilo
|
setelah transfer harap konfirmasi sms ke no HP 081375545915 Pin BB : 29A3B191 ( Hendro Susilo )( Hendro Susilo ) sertakan juga no hp dan alamat lengkap saudara untuk memudah kan pengirimam bulu perindu. bulu perindu dan tata cara penggunaanya akan di kirim melalui JASA JNE,TIKI DAN POS Code Resi Paket pengiriman anda dapat di lihat di " CEK STATUS PENGIRIMAN " di bawah ini
dengan cara memsukkan nomor barcode/resi pengiriman yang akan saya berikan kepada anda melalui email/sms NB: untuk pemohon agar terlebih dahulu mengirimkan email atau sms ke alamat buluperindusukma@gmail.com dan jika ingin kontak langsung hub atau sms ke no HP 081375545915 Pin BB : 29A3B191 ( Hendro Susilo )
TESTIMONI DARI BB
Bukti pengiriman JNE dan Pos Indonesia
MAHAR PELET MANTRA 550.000 |MAHAR PELET FOTO |850.000 | MAHAR PELET SEMAR MESEM | 550.000 | MAHAR PUTER GILING 1000.000 | TLP/SMS HP 081375545915 Pin BB : 29A3B191 ( Hendro Susilo ) : JNE TIKI POS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar