Blog-blog bernuansa spiritualisme bermunculan di jagad maya. Salah satunya adalah blog alangalang kumitir yang dibidani oleh seorang anak muda yang gandrung terhadap sastra Jawa.
Mas Kumitir –demikian dia dipanggil oleh antar blogger–
dikenal memiliki minat luas terhadap budaya, falsafah dan sastra
Jawa. Sebelum dia mengenal blog, dia lebih suka untuk menulis
renungannya di kertas seadanya, bahkan di kertas rokok dan sobekan
koran. Setelah kini ia punya blog, dia menumpahkan perenungannya di
jagad maya tersebut dan hasilnya, banyak blogger yang terbantu dengan
kehadiran alangalang kumitir.
Yang
aneh, mas Kumitir termasuk buta kampus, sama sekali ia tidak terbiasa
dengan karya-karya ilmiah, makalah maupun skripsi. Ia lebih cenderung
mengenal puisi, suluk dan kekidungan yang bentuk nya lebih bebas, tidak
kaku dan kering.
Itu sebabnya, ia lebih suka untuk diam dan mendengarkan bila kebetulan ada diskusi tentang hal-hal yang berbau spiritual
yang dihadirinya. Sambil sesekali memberi komentar. Itupun bila
diminta oleh yang lain. Sebab, bahasa, menurut mas Kumitir, sebenarnya
mereduksi kekayaan realitas menjadi sekedar representasi belaka.
“Bahasa itu hanya simbol dan simbol tidak mewakili apa yang
sesungguhnya. Yang spiritual itu ya RASA. Bukan kata-kata dan
bahasanya,” terang mas Kumitir.
Ia
kini menetap di sebuah gubuk di tengah sawah yang sunyi berbaur
dengan kodok dan kadal. Mungkin, kandang kambing di sampingnya lebih
bersih. Tapi ia mencuri perhatian dunia budaya Jawa. Barangkali Mas
Kumitir lebih cocok bila disebut sebagai pekerja budaya spiritual Jawa
ketimbang hanya sebagai pengamat pasif saja.
Itu
gara-gara ia rajin mengumpulkan serat, babad, suluk dari buku-buku
bekas yang diperolehnya di berbagai kota dan kampus. Kadang ia juga
sedikit mencoret-coret kertas untuk menulis laku dan perjalanan
spiritualnya. Coretannya kadang berbentuk puisi sederhana tapi ”magis”
dan menyentuh.
Hasil
tulisan para pujangga jawa kuno itu diketik lagi, dan juga coretannya
sendiri selanjutnya diupload diblog. Sejak pertengahan tahun 2008 mas
Kumitir rutin mendokumentasi kegiatan spiritual yang pernah dilakoni.
Sebelum kenal blog, dia lebih banyak menyimpan pengalamannya di ingatan
saja.
Rekan-rekan
dan kenalan yang kebetulan membuka blog tersebut rupanya iseng-iseng
memberi komentar. ”Tadinya saya khawatir karena terkadang agak
menyinggung perasaan Mas Kumitir. Namun ternyata dia menanggapinya
dengan bijaksana,” tutur sang teman mengenang.
Isi
blog mas kumitir banyak yang berbentuk macapat dan kekidungan. Alur
logikanya melompat ke depan. Kadang memang seperti diluar akal sehat
sepadan dengan hidup sehari-hari Mas Kumitir yang meskipun senang
dengan kesederhanaan, namun mengesankan, nyeleneh dan unik. Yang
mengesankan dari seorang Mas Kumitir adalah melakoni pencarian jati diri
dan sangkan paraning dumadi secara total. Tidak ingin pikirannya terlena oleh urusan dunia yang fana ini, Mas Kumitir bahkan rela untuk memilih hidup yang merdeka.
Waktunya dihabiskan dengan berkelana di tempat tempat yang sunyi dan bila tidak sedang melakukan perjalanan ke luar
kota, dia biasanya ada di gubuknya hingga larut malam. Di depan
komputer yang mengalunkan gending-gending jawa, Mas Kumitir mengerutkan
kening dan jari jemarinya mencakar-cakar tuts. Membuka blog dan
mengupload artikel. Itulah ritualnya.
Mas Kumitir punya kebiasaan bersepeda gunung seorang diri. Bila sedang bersepeda, akunya, ia bisa menikmati hidup. “Ternyata kita ini bukan siapa-siapa. Kita ini kecil dihadapan alam raya yang luasnya tidak kita ketahui,” ujarnya pemilik sepeda gunung warna hijau ini.
Namun,
kita akhirnya terheran-heran karena kesukaannya untuk bersepeda itu
ternyata menghasilkan karya yang bisa diakses orang banyak.
Ini
gara-gara ternyata ada peminat atas karya-karyanya. Seorang pengelola
website pernah menawatinya menjadi nara sumber rubrik budaya jawa. Apa
komentar Mas Kumitir? “Biar rekan-rekan blog lain saja yang jadi
narasumber. Saya tidak bisa berargumentasi dan berdebat,” ujarnya
sambil menghisap kretek bercangklong.
Hidup
memang harus dinikmati, dan setiap individu memiliki caranya
masing-masing untuk memayu hayuning bawono. Begitu pula dengan Mas
Kumitir yang lebih memilih untuk mengabdi dan melukis di kanvas jagad
mayapada ini dengan caranya sendiri. “Kebenaran milik Gusti Kang Murbeng
Jagad. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Dia. Apabila Dia berkehendak
semuanya menjadi mungkin. Bisa-bisa hukum alam tidak berlaku,” ujarnya.
Malam
semakin larut, jarum jam menunjuk ke angka 12.30 WIB. Saya mencoba
membuka blog alang-alang kumitir. Ternyata ada salah satu karya yang
baru saja diupload. Saya akhirnya membayangkan di kegelapan malam,
remang-remang, disinari hanya cahaya bulan Mas Kumitir biasanya duduk
sendirian di luar gubuknya. Tangan kanannya memegang bolpen, tangan
kirinya menimang-nimang buku jawa lawas. Terlihat serius, ia menulis.
Mas Kumitir, selamat malam.
Wong Alus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar